Lini Masa #6 National Energy Policy VS Indigenous People: To What We Implement Energy Democracy

Selasa, 9 Agustus 2022, Program Lingkar Opini Mandala Saksana Astagatra (Lini Masa) #6 kali ini membahas mengenai “National Energy Policy VS Indigenous People: To What We Implement Energy Democracy?”. Kegiatan webinar ini dilaksanakan melalui platform Zoom dan dipandu oleh MC yaitu Priesca Ayu, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Pertamina, serta moderator yaitu Ibu Novita Putri Rudiany, M.A. selaku dosen Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Pertamina. Kegiatan webinar ini juga dihadiri oleh Wakil Dekan Fakultas Komunikasi & Diplomasi, Universitas Pertamina yaitu Ibu Dr. Farah Mulyasari, S.T., M.Sc dan Ketua Program Studi Hubungan Internasional yaitu Bapak Dr. Indra Kusumawardana, M.Hub.Int. serta dosen di lingkungan Universitas Pertamina. Adapun dua narasumber hebat Lini Masa kali ini yaitu Bapak Iman Prihandono, Ph.D selaku Dekan Fakultas Hukum, Universitas Airlangga serta pakar International Human Rights Law dan Bapak R.Derajad S. Widhyharto, M.Si. selaku dosen Departemen Sosiologi, FISIPOL, Universitas Gadjamada, serta pakar Sosiologi Energi. Kegiatan ini juga turut dihadiri oleh Bapak/Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasional, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pertamina, dan para tamu undangan lainnya.

Webinar ini diawali dengan sambutan dari Wakil Dekan Fakultas Komunikasi & Diplomasi, Universitas Pertamina yaitu Ibu Dr. Farah Mulyasari, S.T., M.Sc dan Ketua Program Studi Hubungan Internasional yaitu Bapak Dr. Indra Kusumawardana, M.Hub.Int. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari dua narasumber yaitu Bapak Iman Prihandono, Ph.D dan Bapak R. Derajad S. Widhyharto, M.Si. Pemaparan pertama dilakukan oleh Bapak Iman Prihandono, Ph.D. terkait “Energi Baru Terbarukan dan Hak-hak Masyarakat Adat” dimana Indonesia memiliki komitmen untuk menurunkan emisi karbon, namun masih jauh dari target Indonesia. Akan tetapi, energi terbarukan pelan-pelan mengambil peran yang sampai saat ini sudah 10% dari bauran energi yang targetnya 35%. Pertumbuhan yang lambat disebabkan oleh kurangnya insentif bagi investor asing untuk membangun energi terbarukan di Indonesia. Secara global, investasi di bidang energi terbarukan meningkat 44 kali lipat dan akan terus mengalami peningkatan. Tapi disaat yang sama, tercatat bahwasanya terdapat sekitar 200 pelanggaran yang berkaitan dengan kekerasan terhadap masyarakat adat.

Selanjutnya, pemaparan dari Bapak R.Derajad S. Widhyharto, M.Si yang membahas terkait “Belenggu Demokrasi Energi dan Gesekan Sosial Masyarakat Adat dalam Penerapan Kebijakan Energi Pemerintah” yang dimana demokrasi menjadi sangat penting karena dikhawatirkan kita terjebak dalam global democracy. Terdapat ragam perspektif demokrasi energi yaitu energi dimanfaatkan sebagai sumber daya untuk kepentingan dan untuk kesejahteraan rakyat berdasarkan pasal 33 UU 1945, mengurangi eksploitasi berlebih dan mendorong mutualisme pemanfaatan sumber daya energi berdasarkan perspektif sosio ekonomi, energi sebagai cara pandang menciptakan relasi kekuasaan dan penguasaan sumber daya berdasarkan perspektif ekonomi politik, dan masyarakat menjadi subyek bukan obyek dalam pengelolaan sumber energi berdasarkan perspektif empowerment. Selain itu, Bapak Derajad juga memaparkan permasalahan demokrasi energi dan kebijakan, diantaranya adalah merespons globalisasi, kebijakan yang lebih berorientasi pada kepentingan pusat daripada daerah, kebijakan energi yang lebih dilatarbelakangi oleh kepentingan daripada kebutuhan, proses kebijakan berorientasi politik praktis daripada politik bumi, serta yang terakhir adalah antroposentrisme, biosentrisme, dan ekonosentrisme yang hilang dari nomenklatur berbagai kebijakan energi pemerintah. Dilanjutkan dengan adanya enam kejadian konflik sosial yaitu di Aceh, Jawa Barat, Ambon, Jakarta, dan Kalimantan. Aceh merupakan lokasi yang memiliki konflik sosial yang terbesar, hal ini disebabkan karena Aceh memiliki kandungan minyak lebih besar dibandingkan daerah Timur Tengah, maka dari itu Aceh ingin membuat sebuah keputusan untuk merdeka dari Indonesia. Terdapat tiga sektor yaitu masyarakat adat dan kolektivisme, negara atau pemerintah, dan kelompok industri, swasta, serta korporasi. Tiga sektor seringkali memiliki konflik kepentingan dalam ruang kekuasaan dan penguasaan sumber daya.

Categories: Lini Masa, News