LINI MASA #4 CLIMATE CHANGE MITIGATION AND COMMUNICATION : HOW TO RAISE PUBLIC AWARENESS?

26 Juni 2020, Program Lingkar Opini Mandala Saksana Astagatra (Lini Masa) #4 kali ini membahas mengenai “Climate Change Mitigation and Communication : How to Raise Public Awareness?”. Kegiatan webinar ini dilaksanakan melalui platform Zoom dan dipandu oleh MC yaitu Priesca Ayu dan Moderator yaitu Fendi Irawan yang merupakan mahasiswa program studi Hubungan Internasional Universitas Pertamina. Ketua Program Studi Hubungan Internasional Universitas Pertamina, Bapak Dr. Indra Kusumawardhana, M.Hub.Int. memberikan kata sambutan dalam acara yang turut dihadiri oleh dosen Hubungan Internasional Universitas Pertamina, serta  peserta yang lebih dari 50 orang dari berbagai universitas di Indonesia. Adapun narasumber dalam acara webinar ini yakni Ibu Dr. Emilia Bassar yang merupakan CEO Center for Public Relations, Outreach and Communication (CPROCOM) & Praktisi Komunikasi Perubahan Iklim dan Ibu Dr. Farah Mulyasari, S.T.,M.Sc yang merupakan Dekan Fakultas Komunikasi dan Diplomasi Universitas Pertamina dan selaku Dosen Program Studi Komunikasi Universitas Pertamina.
Webinar diawali dengan pembahasan singkat oleh Ibu Dr. Emilia Bassar mengenai apa saja yang akan dibahas kedepannya dan bagaimana kita sebagai praktisi maupun akademisi berpartisipasi dalam isu lingkungan. Lalu dilanjutkan dengan sebuah pertanyaan yaitu ‘Apakah anda percaya bahwa terjadinya perubahan iklim karena ulah manusia? Ya atau Tidak?’ dan hasilnya 94% percaya bahwa perubahan iklim terjadi karena ulah manusia dan 6% menjawab tidak. Setelah itu, Ibu Dr. Emilia Bassar memberikan penjelasan singkat tentang perubahan iklim yang terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer yang menyebabkan efek gas rumah kaca. Dr. Emilia Bassar memberikan contoh perumpamaan seperti apabila orang tidak menggunakan air-conditioner saat tidur dan memakai selimut tebal, maka orang tersebut akan merasakan ketidaknyamanan karena panas yang dirasakan. Seperti itulah bentuk dari global warming. Beberapa bukti menunjukkan terjadinya global warming seperti meningkatnya air laut, mencairnya es di kutub, dan lain-lain. Selain itu, terdapat dampak yang ditimbulkan dari global warming di antaranya menurunnya kuantitas dan kualitas air, meningkatnya wabah penyakit, rusaknya ekosistem yang berujung pada punahnya spesies, sehingga tenggelamnya pulau-pulau kecil. Segmen diakhiri dengan kalimat, “Bumi yang terdiri dari laut, energi, dan berbagai sumber lainnya haruslah dijaga demi kelanjutan, karena ini semua untuk para manusia.”
Segmen berikutnya dimulai dengan perkenalan singkat dari Ibu Dr. Farah Mulyasari. Lalu, dilanjutkan dengan pemaparan secara singkat terkait komunikasi dan keterlibatan publik dalam pemanfaatan dan penyimpanan karbon. Pemanfaatan dan penyimpanan karbon memiliki keterkaitannya dengan perubahan iklim. Sektor energi sendiri merupakan salah satu sektor yang menyumbang pada meningkatnya efek gas rumah kaca. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran atas perubahan iklim global melalui orang-orang berpengaruh, salah satu contohnya melalui film dokumentasi Amerika yang dirilis tentang mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Al Gore yang kampanye untuk mendidik masyarakat terkait pemanasan global. Selain itu, secara global negara-negara mulai memberikan respon politik terkait perubahan iklim ini dengan berkomitmen dalam konvensi yang dilakukan, yang salah satunya melahirkan Paris Agreement pada tahun 2015. Serta, pemerintah Indonesia telah merancang beberapa rencana terkait hal tersebut, sebagai proyek percontohan negara pertama yang melakukan di ASEAN. Salah satu rancangan yang dimaksud adalah pengurangan CO2 yang berlebih melalui Carbon Capture Utilization & Storage/CCUS Pilot Project Indonesia. Demi berhasilnya proyek tersebut dibutuhkan keterlibatan dan komunikasi publik untuk menunjang keberlangsungan proyek tersebut. Penerimaan dari masyarakat lokal juga penting untuk keberlangsungan proyek CCUS.
Sebelum kegiatan ditutup, dilakukan sesi tanya jawab bersama Ibu Dr. Emilia Bassar dan Ibu Dr. Farah Mulyasari. Pertanyaan pertama diajukan oleh Netti Anjelina, “Saya pernah mendengar statment seperti ini “Perubahan iklim di suatu negara lambat laun bisa membuat negara tersebut mengalami kemiskinan.” Menurut pendapat Ibu, apakah Ibu setuju akan pernyataan itu dan mengapa? Lalu apakah relasi dari perubahan iklim dengan kemiskinan? Dan pertanyaan kedua, Apakah saat Ibu menyuarakan hal mengenai peduli terhadap perubahan iklim terdapat tantangan terbesar dan apakah Ibu pernah mendapatkan penolakan secara langsung oleh beberapa pihak lalu bagaimana cara Ibu saat itu menyelesaikannya? Terima kasih.” Pertanyaan tersebut dijawab terlebih dahulu oleh Ibu Dr. Emilia Bassar, beliau mengungkapkan terdapat relasi antara perubahan iklim dengan kemiskinan seperti kerusakan yang terjadi saat mengambil ikan di laut secara berlebih dengan alat tangkap yang merusak ekosistem, seperti penggunaan bom. Dibutuhkan peningkatan kesadaran masyarakat terutama melalui gerakan anak muda, sebagai agen perubahan, untuk menyebarkan pandangan pentingnya menjaga lingkungan sekitar.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Pak Marta Sanjaya, “Apakah berkaitan dengan perubahan iklim bisa diterapkan dan difungsikan di negara kita dengan kesadaran untuk kebersihan contoh yang kecil, dan langkah apa yang bisa terapkan untuk kesadaran serta membuka fikiran agar ada perubahan di negara demokrasi seperti negara kita.” Pertanyaan tersebut dijawab oleh Ibu Dr. Farah Mulyasari. Salah satu kejadian yang berhubungan dengan perubahan iklim dan ulah manusia adalah banjir yang bisa saja diakibatkan oleh alam dan ulah manusia. Kampanye terkait menjaga kebersihan seperti tidak membuang sampah sembarangan telah dilakukan sejak lama hingga sekarang masih dilakukan, tetapi hingga saat ini kesadaran masyarakat masih rendah. Sehingga dibutuhkan keterlibatan publik untuk mengomunikasikan pentingnya menjaga kebersihan, seperti melalui penggunaan platform media sosial. Langkah sekecil apapun dapat memberikan efek snowball kepada masyarakat besar, seperti penyebaran kesadaran dari mulut ke mulut. Yang dibutuhkan saat ini adalah langkah yang lebih dramatis supaya masyarakat terbangun untuk menyadari pentingnya menjaga kebersihan dan nyatanya perubahan iklim. Ibu Dr. Emilia Bassar menambahkan bahwa langkah terkecil dilakukan dalam keluarga, selain itu juga bisa memberikan advokasi kepada pemerintah untuk membuat isu perubahan iklim menjadi perhatian publik.
Pertanyaan terakhir diajukan oleh Tajun Latansya, “Sejauh ini, Indonesia masuk 10 besar penyumbang emisi terbesar di dunia, akan tetapi jika dibandingkan Amerika Serikat dan China, terdapat jauh selisih banyaknya emisi yang disumbang. Secara global kedua negara ini yang merupakan negara yang paling berpengaruh terkait meningkatnya emisi karbon, hal ini disebabkan kedua negara ini adalah negara super power. Amerika Serikat bahkan sempat mengatakan tidak percaya dengan adanya perubahan iklim ini. Hal ini disebabkan bahwa national interest dalam dunia industri yang menyumbang gas karbon ini sangat besar dampaknya bagi perekonomian Amerika Serikat. AS juga sempat keluar dari Paris Agreement dan tidak ada negara yang berpengaruh untuk merubah keputusan tersebut. Sebagai individual khususnya sebagai mahasiswa bagaimana kami seharusnya memandang hal tersebut? Adakah yang bisa kami lakukan sebagai individu selain yang sudah dijelaskan di materi tadi?” Pertanyaan ini dijawab oleh Ibu Dr. Farah Mulyasari, mahasiswa atau generasi muda secara umum dapat melakukan peningkatan kapasitas building untuk berkontribusi dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki untuk dapat membantu dan mendukung negara di arena politik internasional, misalnya bernegosiasi mengenai emisi gas karbon, bahwa benar adanya negara-negara maju memiliki kewajiban untuk membayar pajak karbon. Dapat diupayakan kewajiban dari negara maju untuk pengembangan di negara kita, seperti yang dijelaskan pada saat LINI MASA #3. Membangun relasi antar generasi muda untuk mengikuti perkembangan terkini adalah penting. Dengan membangun relasi, dapat membuka perspektif baru terkait isu dalam negeri maupun internasional. Generasi anak muda memiliki kemampuan untuk memilih ikut merubah dunia menjadi lebih baik atau tidak.
Categories: Lini Masa, News